Kabut asap disalah satu sudut kota Pekanbaru 17 Februari 2009 dengan latar belakang gereja Bhetel jalan Tuanku Tambusai
Kabut asap yang menyelimuti Pekanbaru seolah merupakan tradisi alam setiap tahunnya. Tradisi ini selalu menyuguhkan menu ISPA bagi seluruh masyarakat Pekanbaru sekitarnya bahkan sampai negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan lainnya. Menu kabut asap ini selalu muncul di musim panas yang saat ini juga tidak terjadwal kedatangannya. Sementara di waktu hujan Riau akan di suguhi menu banjir. Wah... lengkap ya menu di Riau!!.. ratusan penumpang pesawat tidak diberangkatkan lantaran bandara ditutup karena kabut tebal yang menutupi pandangan. Padahal mungkin saja salah satu dari penumpang tersebut sedang menjemput keluarganya yang sakit, atau mahasiswa yang terlambat ujian karena tidak ada pesawat yang berangkat. Mungkin...atau mungkin juga ada yang lebih dirugikan gara-gara si kabut asap ini.
Kesalahan selalu di timpakan pada alam dengan embel-embel bencana. Atau kesalahan selalu di timpakan pada masyarakat miskin di pinggiran hutan dengan sebutan masyarakat pembakar lahan. Kambing hitam seperti ini biasa dihadirkan untuk mengelabui orang banyak tentang kebenaran sesuatu. Dalam hal ini pemerintah selalu tidak pernah salah. Padahal praktek pengelolaan hutan yang buruklah yang mengakibatkan semua menu bencana ini hadir. laju kerusakan hutan yang sangat parah setiap tahunnya tak membuat pemerintah mengakui itu. Apa Pemerintah ini sudah tuli? atau pura-pura tuli? Siapa tahu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar